Jakarta, – Suasana persidangan kasus yang menjerat Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memanas pada Jumat, 9 Mei 2025. Hal ini dipicu oleh pernyataan seorang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Rossa Purbo Bekti, yang secara implisit menyindir salah satu pengacara Hasto, Febri Diansyah. Rossa menyinggung fakta bahwa Febri, yang kini membela Hasto, dulunya sebagai Kepala Biro Humas KPK pernah turut serta dalam ekspose atau gelar perkara kasus Harun Masiku yang berkaitan erat dengan perkara Hasto.

Insiden ini terjadi ketika AKBP Rossa Purbo Bekti, bersama dua penyidik KPK lainnya, dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK sebagai saksi fakta dalam persidangan Hasto Kristiyanto. Ketegangan bermula saat Jaksa KPK, Takdir, melontarkan pertanyaan awal kepada Rossa mengenai masa baktinya sebagai penyidik di lembaga antirasuah tersebut.

“Baik Pak Rossa selanjutnya kita sebut sebagai saksi, tolong jaga semangatnya, kemudian emosinya. Sampaikan apa adanya, kemudian ungkap kebenarannya. Baik, saksi sudah lama gabung di KPK selaku penyidik?” tanya Jaksa Takdir.   

Menjawab pertanyaan tersebut, AKBP Rossa tidak hanya mengonfirmasi masa kerjanya, tetapi juga langsung melontarkan pernyataan yang mengarah kepada Febri Diansyah. “Rossa langsung menjawab pertanyaan itu dengan menyampaikan ada mantan pegawai KPK yang pernah ikut ekspose kasus Harun Masiku,” demikian dilaporkan, merujuk pada sindiran terhadap Febri yang duduk di kursi tim kuasa hukum Hasto.   

Protes dari Tim Kuasa Hukum Hasto

Pernyataan Rossa yang menyinggung keterlibatan Febri Diansyah dalam ekspose kasus Harun Masiku di masa lalu langsung memicu reaksi keras dari tim kuasa hukum Hasto Kristiyanto. Ronny Talapessy, salah satu pengacara Hasto, segera melayangkan protes dan mempertanyakan maksud dari ucapan Rossa.

“Anda maksudnya apa?” ujar Ronny Talapessy kepada Rossa di persidangan.

Ronny menegaskan bahwa pihaknya menginginkan persidangan berjalan secara profesional dan fokus pada fakta-fakta hukum, bukan diwarnai oleh asumsi atau narasi yang bertujuan untuk mendiskreditkan pihak tertentu, baik Hasto Kristiyanto maupun tim kuasa hukumnya. Ia menekankan keinginan agar persidangan ini menjadi forum yang berkualitas dalam mencari kebenaran materiil.

Menyikapi ketegangan yang terjadi, majelis hakim yang memimpin persidangan kemudian mengambil langkah untuk menengahi perdebatan antara penyidik KPK dan tim kuasa hukum Hasto.

Jejak Febri Diansyah dan Pusaran Kasus Harun Masiku

Febri Diansyah memang memiliki rekam jejak yang signifikan di KPK sebelum beralih profesi menjadi advokat. Sebagai Kepala Biro Humas dan Juru Bicara KPK pada masanya, ia kerap tampil di depan publik untuk menjelaskan berbagai kasus yang ditangani KPK, termasuk kasus dugaan suap terkait Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI yang melibatkan buronan Harun Masiku. Keterlibatan Hasto Kristiyanto dalam perkara ini diduga berkaitan erat dengan upaya memuluskan Harun Masiku sebagai anggota DPR.

KPK sendiri sebelumnya telah mengonfirmasi bahwa Febri Diansyah memang pernah mengikuti ekspose atau gelar perkara dalam kasus Harun Masiku saat masih aktif di lembaga tersebut. Bahkan, Febri juga pernah dipanggil oleh KPK sebagai saksi dalam penyidikan kasus Harun Masiku karena pengetahuannya terkait informasi awal kasus tersebut.

Pilihan Febri Diansyah untuk kemudian menjadi kuasa hukum Hasto Kristiyanto, yang perkaranya bersinggungan erat dengan kasus Harun Masiku, telah beberapa kali memicu sorotan publik dan perdebatan mengenai etika profesi, terutama menyangkut potensi konflik kepentingan atau penggunaan informasi yang diperoleh saat masih bertugas di KPK.

Febri sendiri dalam berbagai kesempatan telah menyatakan bahwa informasi yang ia peroleh selama di KPK terkait kasus Harun Masiku adalah informasi yang bersifat publik dan disiapkan untuk kepentingan komunikasi media, bukan informasi rahasia penyidikan. Ia juga menekankan hak setiap orang untuk mendapatkan pendampingan hukum.

Insiden “sindiran” di ruang sidang ini kembali menyorot kompleksitas dan sensitivitas yang muncul ketika mantan pejabat atau pegawai lembaga penegak hukum beralih menjadi pembela bagi pihak-pihak yang tengah berperkara dengan institusi tempat mereka pernah mengabdi. Hal ini seringkali menimbulkan pertanyaan di mata publik mengenai integritas dan potensi pemanfaatan pengetahuan internal. Persidangan Hasto Kristiyanto sendiri terus menjadi perhatian karena melibatkan tokoh politik nasional dan berkaitan dengan kasus Harun Masiku yang hingga kini masih buron.